MAKALAH
PERKEMBANGAN MORAL DAN AGAMA,
PRINSIP-PRINSIP PERKEMBANGAN MORAL DAN
AGAMA, FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SERTA STRATEGI YANG STIMULASINYA
HERONIMUS DAPPA AMA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA
DINI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala berkat
dan hidayahNya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan
makalah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, oleh karena itu kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu.
Kami
menyadari bahwa penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi penyempurnaan penulisan selanjutnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan
pada dasarnya bertujuan untuk membentuk manusia menjadi pribadi yang berguna
bagi dirinya sendiri, orang lain dan Tuhan. Berbicara mengenai pendidikan tidak
terlepas kaitannya dengan perkembangan moral. Karena, pendidikan bertujuan
membentuk manusia yang memiliki moral. Dengan menghasilkan output manusia yang
bermoral maka diharapkan kualitas sumber daya manusia dan peradaban suatu
bangsa menjadi lebih tinggi.
Orang
yang memiliki moral akan mampu membedakan mana yang baik dan mana yang salah.
Penentuan mana yang baik dan salah ini bukan karena hasil paksaan dari pihak
luar, tetapi berasal dari kesadaran sebagai hasil ekstensinya sebagai manusia.
Untuk menghasilkan pribadi yang memiliki moral yang baik, tidak bisa dilakukan
dalam waktu sekejap. Tetapi harus melalui sebuah proses yang sangat panjang.
Proses yang panjang inilah yang akan membentuk moral manusia melalui apa yang
dilihat dan dirasakannya saat interaksi dengan dunia sekitar. Interaksi dengan
dunia sekitar, akan membuat seseorang untuk mempelajari atau mengerti bagaimana
seharusnya dan untuk apa adanya.
Anak
yang baru lahir pada dasarnya belum memikiki moral (imoral). Menurut Hurlock
(1980), mengatakan bahwa bayi masih tergolong nonmoral yang berarti bahwa
perilakunya tidak dibimbing norma-norma moral. Anak akan belajar kode moral
dari orang-orang di sekitarnya (orang tua, teman, guru). Belajar berperilaku
moral pada masa bayi merupakan suatu proses yang sangat lambat. Tetapi
dasar-dasar kode moral ini ditanamkan pada masa bayi dan akan membimbing
perilaku moral anak pada masa yang akan datang.
Pembentukan
moral pada masa anak-anak sangat penting dilakukan mengingat pada masa ini
(anak-anak) adalah masa emas (golden age)
bagi seorang anak. Dimana perkembangan otaknya sangat pesat pada masa golden age ini. Oleh karena itu,
penanaman konsep moral harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan oleh orang
yang memiliki kompetensi dalam bidang atau setidaknya yang mnegrti dunia anak.
Hal ini, sesuai dengan pendapat Charles H. Spurgeun sebagaimana yang dikutip
oleh Igrea Siswanto dan Sri Lestari (2012), yang mengatakan “Seorang anak akan
menjadi apa kelak tergantung dengan siapa saat ini ia mendapatkan”.
B.
Rumusan
Masalah
Masalah dalam makalah
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana
pengertian perkembangan moral dan agama?
2. Bagaimana
prinsip-prinsip perkembangan moral dan agama?
3. Faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi perkembangan moral dan agama?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan dari penulisan
makalah ini adalah:
1. Agar
mahasiswa mengetahui pengertian, prinsip-prinsip, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan moral dan agama.
2. Untuk
mengetahui tahap-tahap perkembangan moral dan agama anak usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Perkembangan Moral dan Agama
1.
Pengertian
Moral dan Agama
Menurut
Lorens Bagus (1996) dalam Sjarkawi (2006), kata Moral berasal dari bahasa
latin, yaitu dari kata mos (adat istiadat,
kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan), atau mores (adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak, cara hidup).
Helden (1977) dan Richards (1971) dalam Sjarkawi (2006), moral adalah suatu
kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan
lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan. Selanjutnya,
Atkinson (1969) dalam Sjarkawi (2006), mengemukakan moral merupakan pandangan
tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat
dilakukan.
Sedangkan,
agama merupakan suatu sistem kepercayaan. Menurut Gazalba (1987) dalam Ghufron
dan Risnawita (2010) mendefenisikan religiutas berasal dari kata religi dalam
bahasa Latin “religio” yang akar
katanya adalah religure yang artinya
mengikat. Dengan demikian, religi atau agama mengandung arti aturan-aturan dan
kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemeluknya. Monks
(1989) agama sebagai keterdekatan yang lebih tinggi dari manusia kepada Yang
Maha Kuasa yang memberikan perasaan aman. Sementara Shihab (1993) menyatakan
bahwa agama hubungan antara makhluk dengan Khalik (Tuhan) yang berwujud ibadah
yang dilakukan dalam sikap keseharian.
Daradjat (1993) dalam Ghufron dan Risnawita (2010) mengatakan,
agama merupakan kesadaran beragama dan pengalaman beragama. Kesadaran beragama
adalah aspek yang terasa dalam pikiran yang merupakan aspek mental dari aktivitas
beragama. Sedangkan, pengalaman beragama adalah perasaan yang membawa kepada
keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan.
Hurlock
(1973) dalam Ghufron dan Risnawita (2010) mengatakan bahwa religi terdiri dari
dua unsur, yaitu unsur keyakinan terhadap ajaran agama dan unsur pelaksanaan
ajaran agama. Spinks (1963) dalam Ghfron dan Risnawita (2010) mengatakan bahwa
agama meliputi adanya keyakinan, adat, tradisi, dan pengalaman individual.
Jadi,
dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan moral dan agama
adalah suatu kesadaran yang dimiliki oleh anak tentang baik tidaknya suatu
tindakan dalam menghayati hubungannya dengan sang Khalik (Tuhan).
B.
Prinsip-prinsip
perkembangan moral dan agama
Seiring
dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikis, anak-anak usia dini juga
mengalami perkembangan moral. Menurut Santrock (1995) dalam Deswita (2005),
perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan dengan aturan dan
konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya
dengan orang lain.
Anak-anak
ketika dilahirkan belum memiliki moral (imoral), tetapi dalm dirinya terdapat
potensi moral yang siap dikembangkan. Oleh karena itu, melalui pengalamannya
berinteraksi dengan orang lain, anak
belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan
tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Dalam
perilaku bermoral didalamnya terdapat nilai-nilai yang dianut. Ini menunjukkan
apa yang baik, benar, patut serta seharusnya terjadi. Jika terjadi peringatan,
pembuatan janji, memulai serta maksud membela diri menyatakan penyesalan/menggambarkan
suatu harapan.
Sikap moral
sebagian besar diteruskan dari generasi ke generasi, penampilan sikap dapat
mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan kepribadian yang mewarnai
perilaku seseorang. Ia aktif dan selektif membentuk sikap untuk berperilaku
bermoral dalam lingkungannya. Dalam perkembangan kepribadian seseorang mungkin
bersikap mempertahankan nilai-nilai lama (konservatif)/mengasimilasai perubahan
kearah kemajuan (progresif). Hal-hal ini menjadi prinsip moral selaku pedoman
yang mewarnai/mendominasai perilakunya.
Dalam
mempelajari perkembangan sikap moral peserta didik usia sekolah, Piaget (Hurlock,
1990) mengemukakan tiga tahap perkembangan moral sesuai dengan kajian pada aturan
dalam permainan anak.
1. Fase
absolut, dimana anak menghayati peraturan sebagai sesuatu hal yang mutlak,
tidak dapat diubah, karena berasal dari otoritas yang dihormati (orang tua, guru,
anak yang lebih berkuasa).
2. Fase
realitas, dimana anak menyesuaikan diri untuk menghindari penolakan orang lain.
Dalam permainan, anak menaati aturan yang disepakati bersama sebagai suatu
kenyataan/realitas yang dapat diubah asal disetujui bersama.
3. Fase
subjektif, dimana anak memperhatikan motif atau kesengajaan dalam memahami
aturan dan gembira mengembangkan serta menerapkan.
Dalam kategori perkembangan moralnya, Kohlberg (Hurlock,
1990) mengemukakan tiga tingkat dengan enam tahap perkembangan moral.
1. Tingkat 1:
prakonvensional. Pada tingkat ini aturan berisi aturan moral yang dibuat
berdasarkan otoritas. Anak tidak melanggar aturan moral karena takut ancaman
atau hukuman dari otoritas. Tingkat ini dibagi menjadi empat tahap: (1) tahap
orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman pada tahap ini anak hanya mengetahui
bahwa aturan-aturan ini ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa
diganggu gugat. Anak harus menurut, atau kalau tidak, akan mendapat hukuman.
(2) tahap relativistik hedonosme pada tahap ini anak tidak lagi secara mutlak
tergantung pada aturan yang berada di luar dirinya yang ditentukan orang lain
yang memiliki otoritas. Anak mulai sadar bahwa setiap kejadian mempunyai
beberapa segi yang bergantung pada kebutuhan (relativisme) dan kesenangan seseorang (hedonisme).
2. Tingkat 2:
konvensional. Pada tingkatan ini anak mematuhi aturan yang dibuat bersama agar
diterima dalam kelompoknya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap. (1) tahap
orientasi mengenai anak yang baik. Pada tahap ini anak mulai memperlihatkan
orientasi perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain
atau masyarakat. Sesuatu dikatakan baik dan benar apabila sikap dan perilakunya
dapat diterima oleh orang lain atau masyarakat. (2) tahap mempertahankan norma
sosial dan otoritas. Pada tahap ini anak menunjukkan perbuatan baik dan benar
bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan masyarakat di sekitarnya,
tetapi juga bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan dan norma/ nilai
sosial yang ada sebagai kewajiban dan tanggung jawab moral untuk melaksanakan aturan
yang ada.
3. Tingkat 3:
pasca konvensional. Pada tingkat ini anak mematuhi aturan untuk menghindari
hukuman kata hatinya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap. (1) tahap
orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial. Pada
tahap ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan
masyarakat. Seseorang menaati aturan sebagai kewajiban dan tanggung jawab
dirinya dalam menjaga keserasian hidup masyarakat. (2) tahap universal. Pada
tahap ini selain ada norma pribadi yang bersifat subyektif ada juga norma etik
(baik/buruk, benar/ salah) yang bersifat universal sebagai sumber menentukan
sesuatu perbuatan yang berhubungan dengan moralitas.
Teori perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg
seperti halnya Piaget menunjukkan bahwa sikap dan perilaku moral bukan hasil
sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan yang berhubungan
dengan nilai kebudayaan semata-mata. Tetapi juga terjadi sebagai akibat dari
aktivitas spontan yang dipelajari dan berkembang melalui interaksi sosial anak
dengan lingkungannya.
C.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi moral dan agama
Anak
dilahirkan tanpa moral (imoral) sikap moral untuk berperilaku sesuai
nilai-nilai luhur dalam masyarakat belum dikenalnya. Intervensi terprogram
melalui pendidikan, serta lingkungan sosial budaya, mempengaruhi perkembangan
struktur kepribadian bermuatan moral. Ini dialami dalam keluarga bersama teman
sebaya dan rekan-rekan sependidikan, kawan sekerja/kegiatan ditengah
lingkungan.
1.
Perubahan dalam lingkungan
Perubahan dan kemajuan dalam
berbagai bidang membawa pergeseran nilai moral serta sikap warga masyarakat
ditengah perubahan dapat terjadi kemajuan/kemrosotan moral. Perbedaan perilaku
moral individu sebagian adalah dampak pengalaman dan pelajaran dari lingkungan
nilai masyarakatnya. Lingkungan memberi ganjaran dan hukuman. Ini memacu proses
belajar dan perkembangan moral secara berkondisi.
2.
Struktur kepribadian.
Psikoanalisa (Freud) menggambarkan
perkembangan kepribadian termasuk moral. Dimulai dengan sistem ID, selaku aspek
biologis yang irasional dan tak disadari. Diikuti aspek psikologis yaitu
subsistemego yang rasional dan sadar. Kemudian pembentukan superego sebagai
aspek sosial yang berisi sistem nilai dan moral masyarakat. Ketiga subsistem
kepribadian tersebut mempengaruhi perkembangan moral dan perilaku individu.
Ketidakserasian antara subsistem kepribadian, berakibat seseorang sukar
menyesuaikan diri, merasa tak puas dan cemas serta bersikap/berperilaku
menyimpang. Sedang keserasian antara subsistem kepribadian dalam perkembangan
moral akan berpuncak pada efektifnya kata hati (superego) menampilakan
watak/perilaku bermoral seseorang.
Ada sejumlah faktor penting yang mempengaruhi perkembangan moral anak (Hurlock, 1990).
Ada sejumlah faktor penting yang mempengaruhi perkembangan moral anak (Hurlock, 1990).
a.
Peran hati nurani atau kemampuan untuk mengetahui apa
yang benar dan salah apabila anak dihadapkan pada situasi yang memerlukan
pengambilan keputusan atas tindakan yang harus dilakukan.
b.
Peran rasa bersalah dan rasa malu apabila bersikap dan
berperilaku tidak seperti yang diharapkan dan melanggar aturan.
c.
Peran interaksi sosial dalam memberik kesepakatan pada
anak untuk mempelajari dan menerapkan standart perilaku yang disetujui
masyarakat, keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan dengan orang lain.
D.
Strategi
stimulasi
Pada
awal masa pertumbuhan, bayi belum memiliki hirarki nilai atau nonmoral artinya
perilakunya belum dibimbing oleh norma-norma moral (Hurlock, 1990: 90). Semua
tindakannya belum berdasarkan dengan norma moral yang dianut oleh orang-orang
sekitarnya. Belajar moral pada masa-masa ini (bayi) merupakan suatu proses yang
lama. Oleh karena itu, bimbingan orang tua dan orang-orang sekitarnya sangat
berpengaruh dalam perkembangan moral anak. Keluarga sebagai tempat pertama anak
memperoleh bimbingan harus mampu menanamkan da
sar-dasar
moral kepada anak. Menurut Hurlock, (1990) mengatakan bahwa dasar-dasar yang
diletakkan pada masa bayi akan membangun kode-kode moral yang akan membimbing
perilakunya pada masa yang akan datang.
Menurut
Sutirna (2013), ada beberapa cara yang dilakukan oleh orang tua/pendidik untuk
menstimulasi perkembangan moral dan agama pada anak, yaitu :
1. Menanamkan
ajaran agama kepada anak sedini mungkin. Misalnya, dengan mengajari sholat,
sembahyang.
2. Mengenalkan
konsep sayang terhadap sesama dan toleransi terhadap orang lain serta konsep
hal milik.
3. Memberikan
dan mengajarkan kesopanan pada anak secara bertahap, yaitu pemberitahuan (flash), pengulangan (splash), dan aksi (action).
4. Mengajarkan
dan mengenalkan peraturan-peraturan yang berlaku di sekitar.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian di a
tas,
dapat disimpulkan bahwa bayi sejak lahir belum memiliki moral/nonmoral
(Hurlock, 1980). Proses belajar moral bagi amak merupakan suatu hal yang
membutuhkan waktu lama dan lambat. Perkembangan moral anak berawal sejak anak
mulai berinteraksi dengan orang-orang sekitarnya (termasuk teman bermain, orang
tua, dan guru). Penanaman kode moral anak dimulai sejak awal/usia dini karena
perilaku anak pada masa berikutnya sangat berpengaruh dengan perkembangan moral
masa sebelumnya.
Menanamkan
konsep moral pada anak usia dini harus distimulasi dengan permainan yang
menuntut kerja sama, kedisiplinan. Selain itu, anak diajarkan cara-cara
melakukan ibadah yang disesuaikan dengan karakteristik anak. Orang tua bisa
kreatif dengan menempelkan gambar-gambar yang bernuansa religi, gambar masjid,
gereja, pura, dan lain sebagainya. Sehingga seiring dengan perkembangan otak,
anak dapat tahap demi tahap mengerti tata aturan yang berlaku dalam masyarakat
tempat ia tinggal dan pada tahap yang lebih tinggi mampu membedakan mana yang
baik-buruk, benar-salah.
DAFTAR
PUSTAKA
Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Ghufron, N. M. Dan Risnawita, R. S.
2010. Teori-teori Psikologi.
Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Hurlock, E. B. 1990. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan, edisi V. Jakarta: Erlangga.
Sjarkawi. 2006. Pembentukan Kepribadian Anak: Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan
Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri. Jakarta: Bumi Aksara.
Sutirna. 2013. Perkembangan dan Pertumbuhan Peserta Didik. Yogyakarta: Andi
Offset.
Siswanto, I. Dan Lestari, S. 2012. Panduan bagi Guru dan Orangtua: Pembelajaran
Atraktif dan 100 Permainan Kreatif untuk Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta:
Andi Offset
Tidak ada komentar:
Posting Komentar